Kamasan, sebuah desa di Kecamatan dan Kabupaten Klungkung, Bali, tidak hanya terkenal karena corak lukisan kuno khasnya, namun Kamasan kini juga terkenal dengan industri uang kepeng Kamasan. Uang kepeng, disebut juga pis bolong, banyak digunakan sebagai perangkat upacara adat di Bali.
Uang kepeng sangat dekat dengan kehidupan masyarakat di Bali. Uang dengan lubang di tengahnya itu diduga masuk ke Bali sejak abad ke-7 pada era Dinasti Tiang berkuasa di dataran Tiongkok. Saat itu. di Bali, uang tersebut berfungsi sebagai alat tukar. Belakangan, seperti yang tersurat dalam prasasti Sukawana yang berangka tahun 882 Masehi, uang kepeng ditengarai telah mempunyai fungsi sebagai sarana upacara agama Hindu di Bali. Dari jenisnya, uang kepeng yang beredar di Bali merupakan produksi China, Korea, Jepang dan Indonesia sendiri.
Pada zaman dahulu uang kepeng merupakan satuan terkecil sehingga paling mudah untuk menentukan jumlah satuan baik sebagai alat tukar maupun sebagai sarana upacara. Namun kini, karena jenis uang itu semakin langka, dalam beberapa hal nilai uang itu kerap diganti dengan koin yang berlaku saat ini sesuai dengan nilai tukarnya.
Sejak 2002 Pemerintah Provinsi Bali melakukan upaya untuk melestarikan produksi uang kepeng. Produksinya dipusatkan di desa Kamasan, Klungkung, sekitar 40 kilometer dari Kuta. Sejak saat itu, uang kepeng diproduksi secara rutin. Selain untuk memenuhi kebutuhan sarana upacara, juga sebagai suvenir. Dalam sehari sedikitnya 5 ribu keping uang kepeng diproduksi di desa itu. Harga satu kepingnya relatif murah, yakni Rp 700.
Jenis-jenis suvenir yang berbahan uang kepeng ini sangat beragam, antara lain liontin, gelang tamiang (perisai), patung, dan berbagai bentuk miniatur rumah. Kisaran harga suvenir tersebut antara Rp 25 ribu sampai Rp 7,5 juta.
Kalau boleh tau di kamasan itu hanya ada satu pengrajin uang kepeng atau lebih?
BalasHapus